LAPORAN PENDAHULUAN
SEROSIS HEPATIS
A. KONSEP MEDIK
1) Defenisi
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan
distorsi arsitktur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan
nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.
Nodul-nodul regenerasiini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar
(makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada
kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.
Serosis hepatis adalah suatu penyakit
hati dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem
arsitektur hati mengalami perubahan, menjadi tidak teratur dan terjadinya
pertambahan jaringan ikat ( fibrosis ) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi.
SILAHKAN KLIK UNTUK DOWNLOAD FILE
2) Etiologi
Meskipun
etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti , terdapat
tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus. Sirosis
Laenec, sirosis pascanekrotik, dan sirosis biliaris.
Penyebab sirosis hati beragam diantaranya :
1. Virus hepatitis (B,C,dan
D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
1. Hemakhomatosis (kelebihan beban
besi)
2. Penyakit
Wilson (kelebihan beban tembaga)
3. Defisiensi Alphal-antitripsin
4. Glikonosis type-IV
5. Galaktosemia
6. Tirosinemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati
ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab
sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang
disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran
empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning
(kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan
pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi
transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati
stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat,
dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis.
Secondary
Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran
empedu.
5.
Sumbatan saluran vena hepatica
- Sindroma Budd-Chiari
- Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya :
metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10.
Malnutrisi
11.
Indian Childhood Cirrhosis
3) MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi utama dan lanjut dari
sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis: gagal sel hati dan
hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular adalah ikterus, edema
perifer, kecenderungan perdarahan, eritrema palmaris (telapak tangan merah), angioma
laba-laba, fetor hepatikum, dan ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang
terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises
esophagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lain. Asites
(cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal.
A. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis,hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi
oleh lemak, hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam dan yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
B. Obstruksi Portal dan ansietas
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis
dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah
dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan di bawa
ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang
bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limfa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis.
C. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam system
gastrointestinal dan pemintasan (Shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
D. Edema
Merupakan gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh
gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadi edema.
E. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpangan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A,C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin
tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan
dengan defisiensi vitamin K.
F. Kemunduran Mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan encephalopati
dan koma hepatic yang membakat.
4) KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada
penyakit sirosis hepatic adalah sebagai berikut :
Perdarahan
Saluran Cerna
Penyebab
perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada sirosis
adalah perdarahan dari varises esophagus yang merupakan penyebab dari sepertiga
ke kematian. Penyebab lain perdarahan adalah tukak lambung dan duodenum (pada
sirosis, insidensi gangguan ini meningkat), erosis lambung akut, dan
kecenderungan perdarahan (akibat protrombin yang memanjang dan
trombositopenia).
Penderita datang dengan melena atau hematemesis. Tanda
perdarahan kadang-kadang adalah ensefalopati hepatik. Hipovolemia dan hipotensi
dapat terjadi bergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Berbagai tindakan telah digunakan untuk
segera mengatasi perdarahan. Tamponade
dengan alat seperti pipa Sengstaken-Blakemore (triple-lumen) dan
Minnesota (quadruple-lumen) dapat menghentikan perdarahan untuk
sementara waktu. Vena-vena dapat dilihat dengan memakai peralatan serat optik
dan disuntik dengan suatu larutan yang akan membentuk bekuan di dalam vena,
sehingga akan mengehentikan perdarahan. Sebagian besar klinisis beranggapan
bahwa cara ini hanya berefek sementara dan tidak efektif untuk pengobatan
jangka panjang. Vasopressin telah digunakan untuk mengatasi perdarahan. Obat
ini menurunkan tekanan portal dengan mengurangi aliran darah splangnik,
walaupun efeknya hanya bersifat sementara. Kendati telah dilakukan tindakan
darurat, sekitar 35% penderita akan meninggal akibat gagal hati dan komplikasi.
Perdarahan
saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang mempercepat terjadinya
ensefalopati yang mempercepat terjadinya ensepalopati hepatik. Ensepalopati
terjadi bila ammonia dan zat-zat toksisk lain masuk dalam sirkulasi sistemik.
Sumber amonia adalah pemecahan protein oleh bakteri pada saluran cerna.
Ensefalopati hepatik akan terjadi bila darah tidak dikeluarkan melalui aspirasi
lambung, pemberian pencahar dan enema, dan bila pemecahan protein darah oleh
bakteri tidak dicegah dengan pemberian neonamasin atau antibiotik sejenis.
Tindakan ini dibicarakan lebih lanjut pada bagian selanjutnya.
Asites
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya , asites adalah penimbunan cairan serosa dalam
rongga peritoneum. Asites adalah manifestasi Kardinal sirosis dan bentuk berat
lain dari penyakit hati. Beberapa faktor yang turut terlibat dalam patogenesis
asites pada sirosis hati:
1.
Hipertensi Porta,
2. Hipoalbuminemia,
3. Meningkatnya Pembentukan dan aliran
limfe hati,
4. Retensi natrium,
5. Gangguan ekspresi air mata.
Mekanisme
primer penginduksi hipertensi porta , seperti yang telah dijelaskan, adalah
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah intestinal. Hipoalbuminemia
terjadi karena menurunnya sistesis yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang
terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan osmotik koloid.
Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dengan tekanan osmotik yang
menurun dalam jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan terjadinya
transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang intestinal sesuai dengan
hukum gaya starling (ruang peritoneum dalam kasus asites).
Suatu tanda asites adalah meningkatnya
lingkaran abdomen. Penimbunan cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan napas
pendek karena diafragma meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan
peritoneum, dapat dijumpai cairan yang lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan
fisik dengan pekak alih, gelombang cairan, dan perut yang membengkak. Jumlah
yang lebih sedikit dapat dijumpai dari pemeriksaan USG atau parasentesis.
Pembatasan garam adalah metode utama
pengobatan asites. Obat diuretik juga dapat digunakan digabungkan dengan diet
rendah garam. Kini telah tersedia berbagai obat dan program diuretik, namun
yang penting adalah memberikan diuretik secara bertahap untuk menghindari
diuresis berlebihan. Kehilangan cairan dianjurkan tidak lebih dari 1,0 kg/hari
bila terjadi edema perifer dan asites. Ketidakseimbangan elektrolit harus
dihindari, sebab obat diuretik dapat mencetuskan ensefalopati hepatikum.
Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati hepatik (koma Hepatikum)
merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat. Sindrom
ini ditandai dengan kekacauan mental, tremor otot, dan flapping tremor
yang disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental diawali dengan
perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat berlanjut
hingga kematian akibat koma dalam. Ensefalopati hepatik yang berakhir dengan
koma adalah mekanisme kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis yang
fatal.
Gejala dan tanda klinis ensefalopati
hepatik dapat timbul sangat cepat dan berkembang menjadi koma bila
terjadi gagal hati pada penderita hepatitis fulminan. Pada penderita sirosis
perkembangannya berlangsung lebih lambat dan bila ditemukan pada stadium dini
masih bersifat reversible. Perkembangan ensefalopati hepatic menjadi koma
biasanya dibagi dalam empat stadium.
Tanda pada stadium I tidak
begitu jelas dan mungkin sukar diketahui. Tanda yang berbahaya adalah sedikir
perubahan kepribadian dan tingkah laku, termasuk penampilan yang tidak terawatt
baik, pandangan mata kosong, bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa,
dan tidak mampu memusatkan pikiran. Penderita mungkin cukup rasional, hanya
terkadang tidak kooperatif atau sedikit kurang ajar.
Tanda pada stadium II lebih
menonjol daripad stadium I dan mudah diketahui. Terjadi perubahan perilaku yang
tidak semestinya, dan pengendalian sfingter tidak dapat terus dipertahankan.
Kedutan otot generalisata dan asteriksis merupakan temuan khas. Asteriksis (flapping
tremor) dapat dicetuskan bila penderita disuruh mengangkat kedua lengannya
dengan lengan atas difiksasi, pergelangan tangan hiperekstensi, dan jari jari
terpisah. Asteriksis merupakan suatu manifestasi perifer gangguan metabolisme
otak. Keadaan semacam ini dapat juga timbul pada sindrom uremia. Pada tahap
ini, letargi serta perubahansifat dan kepribadian menjadi lebih jelas terlihat.
Tanda pada stadium III penderita
dapat mengalami kebingungan yang nyata dengan perubahan perilaku. Bila pada
saat ini penderita hanya diberi sedatif dan bukan pengobatan untuk mengatasi
proses toksiknya, maka ensefalopati mungkin akan berkembang menjadi koma, dan
prognosisnya fatal. Selama stadium ini, penderita dapat tidur sepanjang waktu.
Elektroensefalogram mulai berubah pada stsdium II dan menjadi abnormal pada
stadium III dan IV.
Pada stadium IV penderita masuk
dalam keadaan koma yang tidak dapat dibangunkan, sehingga timbul refleks
hiperaktif dan tanda Babinsky. Pada saat ini bau apek yang manis (fetor
hepatikum) dapat tercium pada napas penderita atau bahkan waktu masuk ke dalam
kamarnya. Fetor hepatikum merupakan tanda prognosis yang buruk, dan intensitas
baunya sangat berhubungan derajat somnolensia dan kekacauan. Hasil pemeriksaan
laboratorium tambahan adalah kadar ammonia darah yang meningkat, dan hal ini
dapat membantu mendeteksi ensefalopati.
5) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh,
antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan
kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan
meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki
status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium (
spironolaktin) mungkin diperlukan untuk mengurangi asietas jika gejala ini
terdapat dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi
pada penggunaan jenis diuretik lainnya. Asupan protein dan kalori yang adekuat
merupakan bagian esensial dalam penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk
menghindari penggunaan alkohol selanjutnya. Meskipun proses fibrosis pada hati
yang sirotiktidak dapat diputar balik, perkembangan keadaan ini masih dapat
dihentikan atau diperlambat dengan tindakan tersebut.
6) KLASIFIKASI
SIROSIS HEPATIS
1. Sirosis Portal Laennec
(alkoholik,nutrisional, dimana jaringan parut secara
Khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling
sering
Disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe
Sirosis yang paling sering ditemukan di negara barat.
2. Sirosis Poscanekrotik
Dimana
terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
Lanjut
dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis Biller
Dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang
kronis dan infeksi (kolangitis).
7) PENCEGAHAN
Pencegahan pada
sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra
seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu
menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di
negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi
alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh
menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan
8) PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :
1.
Kadar
Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT
akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila
kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang
menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. Masa protrombin yang memanjang
menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa
darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda
virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA,
HCV-RNA, dan sebagainya.
8.
Pemeriksaan
alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti
telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati
primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang
dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan
menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi
untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan
sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic
retrograde chlangiopancreatography (ERCP).
9) PATOFISIOLOGI
Meskipun
ada bebrapa factor yang terlibat dalam etiologi sirisis, konsumsi minuman
beralkohol dianggap sebagai factor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan
frekuensi paling pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan
penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun
asupan alcohol yang berlebihan merupakan factor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis
juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan meminum minuman
keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi denan konsumsi alcohol yang
tinggi.
Sebagian
individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu
lain tanpa ditemukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum
minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Factor lainya dapat memainkan
peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu ( karbon tetraklorida,
naftalen terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang
menular. Jumlah laki-laki menderita sirosis adalah dua kali lebih banyak dari
pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.
Sirosis
laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan
sel-sel hati mati dan kadang-kadang berulang disepanjang perjalanan penyakit
tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan
oleh jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan
hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan
jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang
berkontraksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol
sepatu berkepala besar yang khas. Sirosis hepatic biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat penjang sehingga kadang-kadang
melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih.
BAB IIi
Asuhan keperawatan
Proses Keperawatan
Untuk melaksanakan asuahan keperawatan digunakan
suatu pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari langkah - langkah ilmiah
yaitu : Pengkajian, Dampak kebutuhan dasar manusia (KDM), Diagnosa keperawatan,
Intervensi, Implementasi dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-faktor
pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau(durasi
dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak dengan zat-zat toksik di
tempat kerja atau selama melakukan aktivitas. Pajanan dengan obat-obat yang
potensial bersifat hepatotoksin atau dengan obat-obat anastesi umum. Status mental
dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap
orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan
pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status
jasmani dan rohani.
Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk
(2000) pada pasien yang mengalami Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan,kelelahan,terlalu
lelah
Tanda : Penurunan massa otot
b. Eliminasi
Gejala
: Flatus
Tanda
: Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase warna tanah
liat, melena, dan urine gelap.
c. Makanan/cairan
Gejala
: Anoreksia; mual /muntah
Tanda
: Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan, edema umum pada
jaringan,kulit kering, Ikterik.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala
: Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas; Pruritus;
Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus
pada diri sendiri.
e. Keamanan
Gejala
: Pruritus
Tanda
: Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
f. Pernapasan
Gejala
: Dispnea
Tanda
: Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.
2. Diagnosa Keperawatan
1.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan, kemunduran keadaan umum, pelisutan otot dan gangguan rasa
nyaman.
2.
Perubahan status nutrisi berhubungan
dengan gastritis kronis, penurunan motilitas gastrointestinal dan anoreksi.
3.
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan status imunologi, edema dan nutrisi yang buruk.
4.
Nyeri dan gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan hati yang membesar serta nyeri tekan dan asites
3.
Rencana Asuhan Keperawatan
1.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan badan
Tujuan :
Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas
Intrvensi
|
Rasional
|
1. Tawarkan diet tinggi kalori,
tinggi protein(TKTP)
2. Berikan suplemen vitamin (A,B
kompleks, C dan K)
3. Beri motivasi
pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
4. Motivasi dan
Bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan
secara bertahap.
|
1. Memberikan kalori bagi tenaga dan
protein bagi proses penyembuhan.
2. Memberikan nutrient tambahan.
3. Menghemat tenaga pasien sambil
mendorong pasien untuk melakukan latihandalam batas toleransi pasien.
4. Memperbaiki perasaan sehat secara
umum dan percaya diri.
|
2. Perubahan status nutrisi, kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan
gastrointestinal.
Tujuan : Perbaikan status nutrisi.
Intrvensi
|
Rasional
|
1. Beri motivasi
pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan
2. Tawarkan
makan makanan dengan porsi sedikit tetapi sering
3. Pantang alcohol
4. Pelihara hygiene oral sebelum
makan
|
1. Motivasi
sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
2. Makanan
dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia
3. Menghilangkan
makanan dengan kalori kosong dan menghindari iritasi lambungoleh alkohol
4. Mengurangi
citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan.
|
0 comments:
Post a Comment